Islamic DAP (Developmentally Appropriate Practices)
Jika kita melihat Umat Islam saat ini maka benar bahwa umat Islam ini
seakan –akan seperti buih di atas lautan. Begitu banyaknya pemeluk agama ini
namun begitu lemahnya sehingga ketika ada saudara kita yang tertindas, kaum muslimin seakan
tidak memiliki daya untuk melindungi mereka. Mungkin salah satu sebabnya adalah
karena lemahnya sistem pendidikan Islam itu sendiri.
Kelemahan itu datangnya bukan karena
Sistem Pendidikan Islam tidak sesuai lagi dengan jaman ini. Namun lebih karena
seperti yang dikhawatirkan Nabi Muhammad Saw dimana Al Qur’an hanya menjadi
sebuah bacaan saja, hadits hanya sebagai berada dalam tataran teori saja.
Pengaplikasian keduanya belum terasa dalam kehidupan nyata. Termasuk juga dalam
dunia pendidikan.
Umat Muslim seakan benar-benar mengikuti
kaum Yahudi dan Nasrani dalam segala hal, termasuk dalam dunia pendidikan.
Dari Abu Sa'id (al-Khudry) bahwasanya Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (cara/metode) orang-orang
sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikata
mereka menelusuri lubang masuk ‘Dlobb' (binatang khusus padang sahara, sejenis
biawak-red), niscaya kalian akan menelusurinya pula".
[Kami (para shahabat) berkata: "Wahai
Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?". Beliau
bersabda: "Siapa lagi (kalau bukan mereka)". {H.R.al-Bukhary)
Hadits tersebut dimulai dengan tiga kata penegas; yaitu al-Qasam
al-Muqaddar (Bentuk sumpah yang abstrak), al-Lâm serta an-Nûn. Semuanya di
dalam tata bahasa Arab adalah merupakan bentuk penegasan dimana seharusnya
kalimat aslinya berbunyi ‘Demi Allah, Sungguh kamu akan mengikuti...'.
Syaikh al-‘Utsaimin -rahimahullah-
menyatakan bahwa kalimat ‘Latattabi'unna' diarahkan kepada orang banyak (jama')
bukan kepada orang per-orang (mufrad). Ini menunjukkan bahwa yang dimaksudkan
di dalam hadits ini bukan makna zhahirnya bahwa semua umat ini akan mengikuti
cara/metode orang-orang sebelum mereka tetapi maksudnya disini adalah bersifat
‘âmm khâsh' (umum tetapi khusus) sebab ada diantara umat ini yang tidak
mengikuti hal tersebut. Tetapi bisa jadi juga, maknanya tetap umum (general)
tetapi meskipun demikian, tidak mesti bahwa umat ini mengikuti sunnah umat
terdahulu dalam segala halnya. Bisa jadi, ada sebagian yang mengikuti sisi yang
satu ini dan sebagian yang lain mengikuti sisi yang lainnya. Maka dengan
demikian, hadits ini tidak dapat diartikan bahwa umat ini telah keluar dari
dien al-Islam. Makna ini adalah lebih pas sehingga hadits tersebut tetap di
dalam keumuman maknanya. Tentunya yang harus kita ketahui bahwa ada diantara
cara-cara hidup (sunnah/metode) orang-orang terdahulu yang tidak menyebabkan
pelakunya keluar dari dien ini seperti memakan riba, dengki, prostitusi dan
dusta. Sebagian lagi ada yang mengeluarkan pelakunya dari dien ini seperti
menyembah berhala.
Dan saat ini kita melihat bahwa setiap
langkah yang dilakukan kaum yahudi dan nasrani seakan-akan selau kita ikuti
sejengkal demi sejengkal termasuk dalam
mendidik anak-anak kita.
Walaupun tidak menafikan ada ilmu kebaikan di sebagian ilmu-ilmu barat
namun seakan-akan kita meninggalkan apa
yang dilakukan oleh para salafus shalih dan menggantikan dengan sistem
pendidikan barat. Padahal jika kita melihat
temuan –temuan barat maka kebaikan itu akan semakin mendekati apa yang
dilakukan para pendahulu kita.
Salah satunya adalah Konsep DAP (Developmentally Appropriate Practices) atau
pembelajaran yang menyesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak berdasarkan
psikologi anak. Konsep ini muncul di Amerika dan kemudian dikembangkan di
beberapa negara dan akhirnya di aplikasikan di Indonesia menjadi salah satu
landasan ilmiah pembuatan kurikulum 2013.
Kurikulum Amerika tahun
1960-1970an di anggap gagal menghasilkan siswa yang dapat berpikir kritis dan menyelesaikan masalah kehidupan
Alasan kegagalanya adalah :
1.Orientasinya hanya pada menghafal ( rote
memorization)
2.Lebih banyak menekankan aspek kognitif daripada aspek lain (sosial, emosi dan
spiritual)
3.Pelajaran bersifat abstrak ( tidak konkrit )
4.Materi pelajaran terpisah dari pelajaran lain.
5.Guru berceramah sedangkan anak hanya mendengarkan secara pasif
6.Lebih banyak mengerjakan kegiatan individu
7.Ujian/ulangan lebih mengutamakan pilihan berganda
Sehingga di buatlah satu sistem kurikullum DAP
Konsep pembelajaran DAP adalah memperlakukan anak sebagai individu yang utuh ( the
whole child ) yang melibatkan 4 komponen : Pengetahuan (
Knowledge), ketrampilan ( skills
), sifat alamiah (
dispositions ) dan perasaan (
feelings). Karena pikiran , emosi, imajinasi dan sifat alamiah anak berkerja secara bersamaan dan saling berhubungan. Apabila sistem pembelajaran di sekolah dapat melibatkan semua aspek ini secara bersamaan, maka perkembangan intelektual, sosial dan karakter anak dapat terbentuk secara simultan.
Adapun
kegiatan DAP adalah :
–Berarti dan relevan dengan kehidupan anak
–Belajar dengan menggunakan konsep bukan hafalan (rote
learning) dan menggunakan objek konkrit
–Menimbulkan minat dan ketertarikan anak
–Interactive teaching and cooperative
learning
–Kegiatan terintegrasi dengan kegiatan lain
–Melihat kemajuan anak secara berkelanjutan
–Evaluasi harus sesuai dan dilakukan secara terus menerus (meliputi proses dan hasil akhir)
Kalau kita melihat hal yang dilakukan para sahabat Nabi dalam mendidik
anak, seperti :
1.Prioritas utama para sahabat adalah menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul Nya
2.Mengajarkan kecintaan belajar dan ilmu
3.Mengajarkan dengan praktek secara langsung.
4.Tidak membatasi dengan ruang kelas khusus, mereka mengajar di rumah, masjid, padang gembala, pasar dll
5.Tidak mematok anak-anak mereka menjadi seseorang dengan profesi tertentu. Mereka hanya mengajarkan ketaqwaan, anak-anak mereka diberikan pilihan akan menjadi apa nantinya.
6.Menekankan pendidikan akhlak mulia, bukan hanya kelemahlembutan tapi juga ketegasan dan keberanian.
7.Para sahabat nabi memberi kesempatan yang sama setiap anaknya untuk berkembang.
8.Para sahabat tidak hanya mengajarkan teori namun juga mengajarkan gerak motorik kepada anak seperti kegiatan fisik dan olahraga.
Maka kita akan mendapati apa yang dikatakan temuan modernsebenarnya
sudah dilakukan oleh para sahabat Nabi dalam mendidik anak-anak mereka. Kecuali
dalam segi hafalan. Para sahabat mengajarkan anak-anak mereka menghafal Al
Qur,an dan Hadits sebagai prioritas utama. Karena Kedua hal ini menjadi dasar
konsep hidup mereka. Dan ini memang di anjurkan oleh Nabi kita Muhammad Saw :
Dari
Buraidah dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang membaca Al-Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka
dipakaikanlah mahkota dari cahaya pada Hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya
matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak
pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah
ini?” dijawab: “Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk
mempelajari Al-Qur’an” (Hadits riwayat Al-Hakim dan dia
menilainya shahih berdasarkan syarat Muslim [1/568], dan disetujui oleh
Adz-Dzahabi. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya [21872]
dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya [3257]).
Berbeda dengan di Barat yang tidak di anjurkan untuk menghafal kitab suci mereka.
sumber: http://masrauf.blogspot.com/2015/01/islamic-dap-developmentally-appropriate.html